PUSARAN.CO– Kota Yogyakarta mendapat penghargaan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai kota/kabupaten dengan prevalensi angka stunting terendah di DIY tahun 2022. Penghargaan itu menjadi bukti kesungguhan Pemkot Yogyakarta bersama masyarakat dan berbagai pihak terkait dalam menangani dan mencegah stunting.
Piagam Penghargaan itu diberikan dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan percepatan penurunan stunting di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Selasa (28/2/2023). Piagam penghargaan itu diberikan kepada Walikota Yogyakarta atas prestasi sebagai kota dengan angka stunting terendah di DIY.
Penjabat Walikota Yogyakarta Sumadi menyambut positif atas penghargaan Kota Yogyakarta sebagai daerah stunting yang terendah di DIY. Penghargaan itu bisa memberikan motivasi dan semangat Pemkot Yogyakarta dan para pemangku kepentingan di Kota Yogyakarta untuk terus menurunkan angka stunting.
“Jadi ini adalah usaha dari teman-teman semua OPD. Dari DP2AP3KB, Dinas Kesehatan dan semua stakeholder karena ini bukan tugas satu OPD,” kata Sumadi usai menerima piagam penghargaan angka stunting yang diserahkan oleh Dinas Kesehatan dan DP3AP2KB Kota Yogyakarta, Rabu (1/3/2023).
Sumadi menegaskan Pemkot Yogyakarta menggerakan semua pemangku kepentingan dalam menangani dan mencegah stunting di Kota Yogyakarta. Misalnya ibu-ibu PKK, dasawisma, kader KB dan kader kesehatan. Termasuk keterlibatan TNI dan Polri yang membantu menangani dan mencegah stunting di Kota Yogyakarta.
Dalam piagam penghargaan dari BKKBN itu tercatat Kota Yogyakarta dengan angka stunting terendah di DIY yakni 13,8 persen. Prevalensi angka stunting itu berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 di mana Kota Yogyakarta turun dari 17,10 persen menjadi 13,8 persen.
“Harapannya nanti angka stunting kita selalu turun, sehingga pada tahun 2024 bisa zero (nol). Kita harus kerja keras dan masih banyak kerja yang harus kita lakukan,” ujar Sumadi.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Emma Rahmi Aryani mengatakan data yang dipakai nasional adalah data berdasarkan survei sehingga hanya sampling. Kemudian Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melakukan verifikasi data berdasarkan hasil pencatatan pelaporan di posyandu, prevalensi angka stunting di Kota Yogyakarta sekitar 10,8 persen. Perbedaan itu salah satu sebabnya adalah pengukuran yang tidak tepat.
“Kami lakukan kerja sama dengan ikatan dokter anak Indonesia (IDAI) dan Zero TB untuk pencegahan. Kalau sudah ketemu stunting kami rujuk ke RS Pratama dan RS DKT untuk pengobatan stunting. Jadi itu (pengobatan) sebenarnya pangan olahan untuk kondisi medis khusus (PKMK) untuk stunting berupa susu tapi harus pakai resep dokter,” jelas Emma.
Sedangkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta, Edy Muhammad menyatakan intervensi stunting dilakukan secara spesifik dan sensitif oleh semua organisasi perangkat daerah terkait dan TNI/Polri. Intervensi stunting DP3AP2KB Kota Yogyakarta menyasar pada calon manten, ibu hamil dan menyusui, anak bawah dua tahun dan bawah lima tahun lewat posyandu, BKB dan PAUD yang diintegrasikan dan kegiatan PKK dan kader KB.
“Dalam pemberian edukasi makanan tambahan Kota Yogyakarta punya inovasi balita sehat ngluwihi mbagehi itu yang diadopsi BKKBN jadi program dashat. Kota Yogya juga membentuk tim percepatan penurunan stunting di tingkat kota, kemantren dan kelurahan. Di lapangan ada Tim Pendamping Keluarga yang menjembatani keluarga-keluarga yang punya potensi stunting,” tandas Edy. (RLS)