PUSARAN.CO– Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta terus melakukan berbagai upaya dalam mencegah tercemarnya air sumur di Kota Yogyakarta. Oleh karena, beberapa wilayah difasilitasi DLH Kota Yogyakarta untuk pemeriksaan air sumur agar tidak tercemar nitrat (NO3) dan bakteri Escherichia coli (E coli). Salah satunya yang dirasakan oleh warga Kelurahan Mantrijeron Yogyakarta.
Lurah Kelurahan Mantrijeron, Bambang Purambono mengatakan, semenjak dilakukan pemantauan dan pengecekan air sumur di wilayah oleh DLH Kota Yogyakarta, warga berbondong-bondong ikut mendaftarkan agar air sumur yang ada di rumah mereka juga dilakukan pengecekan.
“Warga masih antri sampai sekarang karena difasilitasi secara gratis oleh DLH Kota Yogyakarta, dimana warga dapat mendaftarkan ke kelurahan dan disampaikan ke DLH Kota Yogyakarta untuk melakukan pengecekan,” ujar Bambang Purambono, Selasa (8/6).
Hingga saat ini sudah ada 40 sumur yang dilakukan pengecekan oleh DLH Kota Yogyakarta dari 200 sumur yang mendaftarkan untuk dilakukan pengecekan air sumur mereka tercemar oleh bakteri E coli atau tidak.
“Total sampai sekarang yang sudah di tes di wilayah Kelurahan Mantrijeron sebanyak 40 sumur dan 160 lainnya masih mengantri. Kebanyakan memang tercemar oleh bakteri E coli,” jelasnya.
Ia berharap adanya bakteri E coli di beberapa sumur di wilayahnya, diharapkan masyarakat tidak merasa resah, sebab masyarakat bisa menerapkan anjuran dari DLH Kota Yogyakarta, bahwasannya jika ingin menggunakan air dari sumur diharapkan masyarakat memasak air terlebih dahulu sampai air mendidih setelah itu baru bisa digunakan.
Sementara itu, Kepala UPT Laboratorium Lingkungan DLH Kota Yogyakarta Sutomo mengatakan, hasil kajian dari DLH Kota Yogyakarta menunjukkan hampir semua air sumur di Kota Yogya sudah tercemar nitrat (NO3) dan bakteri Escherichia coli (E coli).
Ia mengatakan, sampai saat ini semua wilayah di Kota Yogyakarta masih dalam proses pengecekan yang melibatkan parameter fisika untuk mengetahui warna, rasa, dan bau yang ada di air sumur serta melihat kualitas air tanah atau air sumur di Kota Yogya yang diharapkan masih baik.
Selain itu juga dilakukan pengecekan parameter kimia agar tidak tercemar dari zat berbahaya nitrat. Lanjutnya, juga dilakukan proses pengecekan parameter mikrobiologi dan dari hasil yang diperoleh hampir semua sumur di Kota Yogya tercemar oleh bakteri E coli.
“Hampir semua sumur di Kota Yogyakarta ini tercemar E coli, ada yang tidak tercemar, tapi sedikit sekali,” kata Sutomo saat diwawancarai di ruang kerjanya, Selasa (8/6).
Tercemarnya air sumur oleh bakteri E coli ini menurut Sutomo terjadi karena adanya jarak antara sumur di masyarakat dekat dengan pembuangan rumah tangga seperti septic tank.
Sutomo mengungkapkan sampai saat ini sejak februari tahun 2023 masih banyak warga yang meminta bantuan DLH Kota Yogyakarta untuk dilakukan pengecekan di wilayah-wilayah yang ada di Kota Yogyakarta. Dimana warga dengan sigap meminta bantuan agar sumur milik mereka tidak tercemar oleh bakteri E coli.
“Saat ini kami masih melakukan pengecekan di wilayah Kelurahan Mantrijeron. Dengan mengambil sampel di titik-titik sumur yang ada di sana ditemukan sebagian besar memang tercemar oleh bakteri E coli. Namun tanpa diminta warga pun ini merupakan kegiatan rutin yang kami lakukan untuk melihat baku mutu air di wilayah,” jelasnya.
Bahkan tidak hanya di rumah warga, pemantauan ini juga dilakukan di sekolah-sekolah, Puskesmas dan OPD yang ada di Pemerintah Kota Yogyakarta.
Namun pihaknya mengatakan, walaupun air sumur tercemar oleh bakteri E coli, masyarakat tetap dapat digunakan melalui proses yakni warga diharapkan saat ingin mengkonsumsi air sumur dapat memasak air dengan sangat matang/mendidih. Hal ini sebagai antisipasi bahwa bakteri E coli mati saat proses masak.
Ia berharap, selain memasak air dengan matang, masyarakat dapat memperhatikan pembuangan limbah di sungai. Hal ini juga salah satu faktor air tercemar oleh bakteri E coli.
“Kesimpulannya air sumur harus melalui proses untuk dikonsumsi, masih bisa digunakan tapi dengan memasak sampai mendidih baru bisa dikonsumsi. Namun masih banyak warga yang jarang merebus air sebelum digunakan. Harapannya ini bisa diterapkan warga,” ujarnya. (RLS)