PUSARAN.CO- Pemerintah Kota Yogyakarta mendorong digitalisasi untuk mengoptimalkan pendapatan daerah dari sektor pajak dan retribusi. Optimalisasi pendapatan daerah itu seiring dengan implementasi Undang Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) yang akan berlaku mulai 2024.
Staf Ahli Walikota Bidang Umum Pemkot Yogyakarta Hari Wahyudi mewakili Penjabat Walikota Yogyakarta mengatakan salah satu pilar UU HKPD adalah memperkuat reformasi perpajakan dan retribusi daerah. Pemerintah memangkas jumlah jenis pajak dan retribusi daerah untuk mengurangi biaya administrasi pemungutan. Pemkot Yogyakarta saat ini memungut 10 jenis pajak dan 15 jenis retribusi.
“Sesuai UU HKPD, ada jenis pajak yang tidak lagi dipungut, yaitu pajak sarang burung walet karena potensinya sangat kecil. Pengurangan jenis pajak maupun penurunan tarif diharapkan tidak akan mengurangi pendapatan yang kita terima,” kata Hari saat FGD optimalisasi pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi daerah di Hotel Artotel Suites Bianti, Kamis (22/6/2023).
Dia menyatakan meskipun ada pengurangan pajak, tapi ada penerimaan baru, yaitu opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan daerah. Namun sifatnya hanya mengalihkan penerimaan dari pendapatan bagi hasil. Terlebih pelaksanaan pemungutan opsen baru dijalankan pada tahun 2025, sehingga pada tahun 2024 kemungkinan besar akan terjadi penurunan potensi pajak. Oleh sebab itu perlu optimalisasi pendapatan daerah.
“Digitalisasi menjadi salah satu langkah penting bagi optimalisasi pendapatan daerah. Optimalisasi pendapatan yang didukung dengan kebijakan implementasi teknologi akan membawa percepatan pencapaian target-target pendapatan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.
Pemkot Yogyakarta telah melakukan digitalisasi transaksi belanja dan pendapatan pemerintah melalui ETPD (Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah). Termasuk membentuk Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) Kota Yogyakarta. Pembayaran pajak di Kota Yogyakarta juga dapat dilakukan secara nontunai melalui perbankan, kanal fintech dan e-commerce. Termasuk pembayaran retribusi daerah seperti retribusi pelayanan pasar.
“Dalam merespon UU HKPD, kita perlu menyiapkan strategi yang tepat untuk mengamankan penerimaan pajak dan retribusi daerah. UU HKPD memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk dapat menyesuaikan implementasinya di lapangan, melalui penerbitan peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah masing-masing sebagai turunan dari UU HKPD,” jelas Hari.
Sementara itu Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Yogyakarta, Wasesa menyampaikan sekarang Pemkot Yogyakarta dengan DPRD Kota Yogyakarta sedang menyusun perda pajak daerah dan retribusi daerah sebagai perintah dari UU HKPD. Kegiatan FGD itu juga untuk menjaring masukan untuk membahas rancangan perda pajak daerah dan retribusi daerah.
“Tujuan kegiatan ini bagaimana kita menyampaikan adanya perda pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah menjadi raperda yang kami susun. Ini nanti yang akan menjadi masukan pelengkap dalam kami bersama DPRD membahasnya (raperda),” papar Wasesa.
Menurut Ketua DPRD Kota Yogyakarta Danang Rudiatmoko awal Juni DPRD Kota Yogyakarta bersama BPKAD Kota Yogyakarta telah membentuk panitia khusus membahas tentang pajak daerah dan retribusi daerah serta perubahannya. Masukan dalam FGD itu dapat didiskusikan dalam pembahasan raperda pajak daerah dan retribusi daerah di DPRD Kota Yogyakarta.
“Misalnya tentang perubahan-perubahannya dan bagaimana potensi-potensi yang ada kalau nanti tahun 2024 akan mengalami pengurangan pendapatan. Ini saya kira menjadi perhatian kita bersama,” ucap Danang.(RLS)