Suasana bangunan cagar budaya Rumah Sukarni di Jalan Sunaryo Kotabaru Yogyakarta tampak riuh gembira pada Jumat (7/7/2023). Di dalam rumah, meja-meja bundar ditata dengan set piring, mangkuk, sendok, garpu dan gelas bergaya Eropa. Meskipun konsep makan bergaya Eropa, namun menu yang disajikan adalah lokal Indonesia yakni nasi dengan berbagai lauk dan sayuran serta minuman bir pletok. Para tamu menikmati jamuan itu diiringi musik keroncong dan cosplay noni sinyo Belanda.
Ya itulah sensasi menikmati jamuan Rijsttafel di bangunan cagar budaya di kawasan Kotabaru. Jamuan Rijsttafel itu menjadi rangkaian kegiatan Kotabaru Heritage Festival. yang diadakan Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kebudayaan. Dalam kegiatan tersebut, para tamu juga mendapat edukasi terkait jamuan Rijsttafel.
Menurut Sekretaris Daerah Pemkot Yogyakarta, Aman Yuriadijaya, berbagai sudut di Kotabaru memiliki arti penting. Termasuk dari sudut kuliner dengan sensasi makan bersama bergaya Eropa yang dikemas lewat jamuan Rijsttafel. Aman pun merasakan suasana berbeda dalam jamuan tersebut.
“Saya merasakan sendiri betapa suasananya itu beda. Atmosfernya beda, jadi saya mengajak semuanya mau datang ke sini. Nikmati Kotabaru Heritage sebagai sebuah pengalaman,” kata Aman yang juga Ketua Forum Komunikasi Kotabaru usai mengikuti Jamuan Rijsttafel.
Aman menyatakan di kawasan Kotabaru ada empat hal yakni heritage, garden city, malam hari dan premium. Konsep jamuan Rijsttafel di bangunan heritage dinilainya masuk dalam hal premium Kotabaru karena terkait dengan sensasi dan pengalaman. “Yang penting adalah pengalaman dan sensasinya dapat dinikmati oleh siapa pun yang masuk ke Kotabaru Heritage,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti mengatakan dalam rangkaian kegiatan Kotabaru Heritage Festival pihaknya mengeksplorasi apa yang menjadi keunikan di Kotabaru. Salah satunya adalah adanya Jamuan Rijsttafel dengan tata cara Eropa yang diadakan di dalam bangunan cagar budaya di Kotabaru.
“Bagaimana ini menjadi hal yang menarik jamuan makan ala Eropa tapi menu-menunya adalah menu lokal Indonesia. Ini yang kita sampaikan bahwa ternyata di Kotabaru ini punya banyak potensi dengan menggunakan bangunan warisan budaya atau heritage bisa mengadakan jamuan Rijsttafel ini,” tutur Yetti.
Dia berharap konsep jamuan Rijsttafel itu dapat direspon oleh para pelaku pariwisata untuk bisa bekerja sama dengan rumah-rumah bangunan warisan budaya maupun cagar budaya di Kotabaru. Konsep itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata atau menjadi salah satu bagian dari paket wisata. Pihaknya akan mengkolaborasikan itu agar bisa berkelanjutan.
Sedangkan Edukator Jamuan Rijsttafel Kotabaru Heritage Festival, Samantha menyampaikan Rijsttafel secara etimologi berasal dari bahasa Belanda, rijs artinya nasi, dan ttafel artinya meja. Jamuan Rijsttafel adalah gaya hidup campuran Belanda dan lokal Hindia. Itu karena pada zaman dulu orang-orang Belanda yang menjadi pegawai Hindia Belanda menikah dengan dengan orang-orang pribumi. Mereka mengajarkan istrinya tata cara kebiasaan Eropa dan sebaliknya para istri dari pribumi mengajarkan kebiasaan Hindia Belanda. Salah satunya dengan makan nasi.
“Rijsttafel ini mulai populer ketika pejabat-pejabat tinggi (Belanda) suka dan mulai mengadakan acara besar. Seiring berkembangnya waktu dan Terusan Suez dibuka pada tahun 1869, turis-turis itu tertarik datang. Salah satunya dengan Rijsttafel menjadi daya tarik wisatawan ke Hindia Belanda. Di Yogya, dulu di Hotel The Toegoe dan The Grand Hotel Yogya menyajikan jamuan Rijsttafel pada masa Hindia Belanda tahun 1920-an,” pungkas Samantha pecinta sejarah dan budaya.(fia/rls)